Happy studying, may be useful ...

Dear readers ...
for completeness this blog, we hope the comments that build ... ok thank you :)

" Health is not everything, but whithout health everything is nothing "

Friday, September 7, 2012

LAPORAN PENDAHULUAN PRE EKLAMSI


LAPORAN PENDAHULUAN
PRE EKLAMSI

A.     PENGERTIAN
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).

B.     ETIOLOGI

Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, yaitu :

1.      Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa.
2.      Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.
3.      Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
4.      Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain :
a.       Peran Prostasiklin dan Tromboksan .
b.       Peran faktor imunologis.
c.        Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada pre-eklampsi/eklampsia.
d.       Peran faktor genetik /familial
e.        Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
f.        Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
g.        Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)



C.     Klasifikasi
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
a.    Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
ü  Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
ü  Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu.
ü  Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.
b.     Preeklampsia Berat
ü  Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
ü  Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
ü  Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
ü  Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
ü  Terdapat edema paru dan sianosis.

D.     PATOFISIOLOGI

Pada preeklampsia terdapat penurunan  aliran darah. Perubahan ini menyebabkan  prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis.  Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhab sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan  menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.

E.     PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penanganan adalah :
Ø  Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia
Ø   Hendaknya janin lahir hidup
Ø  Trauma pada janin seminimal mungkin.
a)   Pre-eklamsi ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas.
b)  Pre-eklamsia berat
·         Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut :
ü  Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramusuler kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap (selama tidak ada kontraindikasi)
ü  Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai criteria pre-eklamsi ringan (kecuali ada kontraindikasi)
ü  Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala
ü  Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan
Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37  minggu
·         Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu
1)      Penderita dirawat inap
ü  Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
ü  Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
ü  Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri
ü  Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
ü  Syarat pemberian MgSO4 adalah: reflex patella positif; dieresis 100 cc dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc
ü  Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
2)      Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari
3)       Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongerstif.Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul intravena Lasix.
4)      Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi.Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infuse tetes
5)      Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps, jadi ibu dilarang mengedan
6)      Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri
7)      Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum
8)      Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea.

1.      Diet
ü  Tujuan Diet
·         Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal
·         Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal
·         Mencegah dan mengurangi retensi garam atau air
·         Mencapai keseimbangan nitrogen
·         Menjaga agar penambahan BB tdk melebih normal
·         Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyakit baru pada saat kehamilan atau setelah melahirkan
ü  Syarat Diet
§  Energi dan semua zat gizi cukup. Dalam keadaan berat makanan diberikan secara berangsur, sesuai dengan kemampuan pasien menerima makanan . Penambahan energi tidak lebih dari 300 Kkal dari makanan atau diet sebelum hamil
§  Garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam atau air. Penambahan BB diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah 1 Kg/minggu.
§  Protein tinggi (1½ – 2 g/kg berat badan)
§   Lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tdk jenuh tunggal dan lemak tdk jenuh ganda.
§  Vitamin cukup; vit C & B6 diberikan sedikit lbh tinggi
§  Mineral cukup terutama kalsium dan kalium
§  Bentuk makanan disesuaikan dg kemampuan pasien.
§  Cairan diberikan 2500 ml sehari. Pada keadaan oliguria, cairan dibatasi dan disesuaikan dengan cairan yg keluar melalui urine, muntah, keringat dan pernafasan
ü  Macam Diet Preeklampsia
a.    Diet Preeklampsia I
·         Diberikan kepada pasien dengan preeklampsia berat
·         Makanan diberikan dalam bentuk cair, yg terdiri dari susu dan sari buah
·         Jumlah cairan diberikan paling sedikit 1500 ml sehari per oral dan kekurangannya diberikan secara parental
·         Makanan ini kurang energi dan zat gizi karena itu hanya diberikan 1 – 2 hari
b.   Diet Preeklampsia II
·         Sebagai makanan perpindahan dari diet preeklampsia I atau kepada pasien preeklampsia yg penyakitnya tdk begitu besar
·         Makanan berbentuk saring atau lunak.
·         Diberikan sebagai diet rendah garam I
·         Makanan ini cukup energi dan zat gizi lainnya
c.    Diet Preeklampsia III
·         Sebagai makanan perpidahan dari diet preeklampsia II atau kepada pasien dengan preeklampsia ringan.
·         Makanan ini mengandung protein tinggi dan rendah garam .
·         Diberikan dalam bentuk lunak atau biasa .
·         Jumlah energi hrs disesuaikan dengan kenaikan berat badan yg boleh lebih dari 1 kg per bulan .

F.     Komplikasi

Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara lain:
v  Pada Ibu
·         Eklapmsia
·         Solusio plasenta
·         Pendarahan subkapsula hepar
·         Kelainan pembekuan darah ( DIC )
·         Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count )
·         Ablasio retina
·         Gagal jantung hingga syok dan kematian.
v  Pada Janin
·         Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
·         Prematur
·         Asfiksia neonatorum
·         Kematian dalam uterus
·         Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.       Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
·         Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
·         Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
·         Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.

3) Pemeriksaan Fungsi hati
·         Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
·         LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
·         Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
·         Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )
·         Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
·         Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4) Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
b.      Radiologi
1)      Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
2)      Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.






BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A.     PENGKAJIAN
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah :
1.      Data subyektif :
-          Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
-          Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
-          Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
-          Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
-          Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
-          Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya

2.      Data Obyektif :
-          Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
-          Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
-          Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
-          Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )
-          Pemeriksaan penunjang ;
·         Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
·         Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
·         Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
·         Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
·         USG ; untuk mengetahui keadaan janin
·         NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

B.      MASALAH KEPERAWATAN
  1. KALA I
a.       Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ ( vasospasme  dan peningkatan tekanan darah )
b.      Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta
c.       Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
d.      Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan
  1. KALA II
Resiko terjadi injury pada ibu dan bayi berhubungan dengan dampak dari tindakan ekstraksi dengan forceps
  1. KALA III
Resiko deficit cairan berhubungan dengan perdarahan post partum
  1. KALA IV
a.       Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan luka episiotomy
b.      Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan adanya luka episiotomy.



C.    PERENCANAAN
 KALA I
 Diagnosa keperawatan 1
Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu
Kriteria Hasil :
-          Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 )
-          Tanda-tanda vital :
TD        : 100-120/70-80 mmHg           Suhu    : 36-37 C
Nadi    : 60-80 x/mnt                            RR      : 16-20 x/mnt
Intervensi :
1.      Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupAkan indikasi dari PIH
2.      Catat tingkat kesadaran pasien
R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
3.      Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada  otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang
4.      Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya persalinan
5.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM
R/. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah terjadinya kejang


Diagnosa keperawatan 2 :
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta
    Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada janin
Kriteria Hasil :
-          DJJ ( + ) : 12-12-12
-          Hasil NST :
-          Hasil USG ;
Intervensi :
1.      Monitor DJJ sesuai indikasi
R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur dan solusio plasenta
2.      Kaji tentang pertumbuhan janin
R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi sehingga timbul IUGR
3.      Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut,  perdarahan, rahim tegang, aktifitas janin turun )
R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat hipoxia bagi janin
4.      Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM
R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta aktifitas janin
5.      Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST
R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin

Diagnosa keperawatan 3 :
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan dapat mengantisipasi rasa nyerinya
Kriteria Hasil :
-          Ibu mengerti penyebab nyerinya
-          Ibu mampu beradaptasi terhadap nyerinya
Intervensi :
1.      Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya
2.      Jelaskan penyebab nyerinya
R/. Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif
3.      Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
R/. Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
4.      Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
R/. untuk mengalihkan perhatian pasien

Diagnosa keperawatan 4
Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
-          Ibu tampak tenang
-          Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
-          Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang

Intervensi :
1.      Kaji tingkat kecemasan ibu
R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa
2.      Jelaskan mekanisme proses persalinan
R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi emosional ibu yang maladaptif
3.      Gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif
R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu efektif
4.      Beri support system pada ibu
R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati.

KALA II
Diagnosa keperawatan 1
Resiko terjadi injury pada ibu dan bayi berhubungan dengan dampak dari tindakan ekstraksi dengan forceps
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi injury pada ibu dan janin
Kriteria Hasil :
a.       APGAR SCORE diatas 7
b.      Tidak terjadi ruptur perineum
c.       Tidak terjadi ruptur uteri
Intervensi ;
1.      Pastikan bahwa pembukaan sudah lengkap
      R/. Jika pembukaan belum lengkap bibir serviks bisa terjepit antara kepala anak dan sendok sehingga terjadi robekan pada serviks

2.      Pastikan bahwa ketuban sudah pecah
      R/. Bila ketuban belum pecah maka selaput janin akan ikut tertarik oleh forceps
3.       Anjurkan ibu untuk tidak mengedan
R/. mengedan membutuhkan tenaga yang akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah sebagai kompensasi tubuh, bila tekanan darah semakin meningkat akan memicu timbulnya kejang dan terjadi injury pada ibu maupun janin
4.      Bantu dokter dalam melakukan tindakan ekstraksi dengan forceps sesuai standarisasi
R/. Tindakan forceps yang dilakukan dengan benar/ sesuai standart serta skill yang memadai tanpa adanya penyulit akan terhindar dari terjadinya komplikasi pada ibu maupun janin

KALA III
Diagnosa keperawatan :
Resiko deficit cairan berhubungan dengan perdarahan post partum
Tujuan ;
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi deficit cairan
Kriteria Hasil :
-          Keadaan umum baik
-          Mukosa mulut basah
-          Turgor kulit baik
-          Tanda vital ;
TD  : 100-120/70-80 mmHg     Nadi  : 60-80 x/mnt
RR  : 16-20 x/mnt                    Suhu : 36-37 C
-          Perdarahan dalam batas normal : < 500 cc
Intervensi ;
1.      Kaji kontraksi uterus
            R/. kontraksi uterus dapat membantu pelepasan plasenta
2.      Cegah terjadinya perdarahan dengan mengobservasi pelepasan plasenta dan mengeluarkan plasenta dengan peregangan tali pusat terkendali serta bekerja dengan hati-hati
      R/.untuk mencegah terjadinya rest plasenta sehingga tidak terjadi perdarahan
3.      Kaji banyaknya darah yang keluar
      R/. dengan mengetahui jumlah darah yang hilang akan dapat menentukan jumlah darah /intake cairan yang diberikan agar terjaga keseimbangan
4.      Beri minum peroral
R/. dapat menggantikan cairan yang hilang
5.      Lakukan observasi tanda-tanda vital
R/. untuk memantau tanda –tanda gangguan keseimbangan cairan  

KALA IV
Diagnosa keperawatan 1
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan luka episiotomy.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan rasa nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
-          ibu mengatakan nyerinya berkurang atau hilang
-          keadaan luka baik
-          tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
1.      Beri penjelasan pada ibu penyebab nyerinya
R/. dengan mengerti penyebab nyerinya diharapkan ibu dapat kooperatif dan menerima rasa nyerinya secara wajar
2.      Anjurkan pada ibu untuk menghindari pergerakan yang berlebihan terutama yang berkaitan dengan daerah sekitar luka episiotomy
R/. Pergerakan yang bisa membuat peregangan daerah luka akan menambah rasa nyeri
3.      Lakukan perawatan luka episiotomy secara aseptik dan anti septic
R/. Perawatan luka secara aseptic dan anti septic dapat mempercepat proses penyembuhan luka sehingga nyeri bisa berkurang/hilang
4.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
R/. analgetik dapat mengurangi/menghilangkan rasa nyeri 
Diagnosa keperawatan 2
Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan adanya luka episiotomy
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
-          luka episiotomy tampak kering dan bersih
-          luka tidak ada tanda-tanda infeksi
-          Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1.      Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan daerah luka episiotomy
R/. Kebersihan yang kurang terjaga bisa menimbulkan infeksi pada luka karena masuknya kuman
2.      Lakukan perawatan luka episiotomy secara aseptik dan anti septic
R/. Perawatan luka secara aseptic dan anti septic dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi
3.      Ajari ibu cara merawat luka
R/. ibu dapat mengerti cara merawat luka yang benar sehingga bisa mencegah timbulnya infeksi
4.      Kolaborasi dengan medis dalam pemberian antibiotik
R/. anti biotic dapat membunuh kuman

D.    IMPLEMENTASI

       Pelaksanaan disesuaikan dengan intervensi yang telah ditentukan


E.     EVALUASI
Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil yang telah ditentukan

No comments:

Post a Comment