AKUT MIOCARD INFARK
A. Anatomi Fisiologi
Sistem kardiovaskuler terdiri dari
3 bagian yang saling mempengaruhi yaitu jantung, pembuluh darah, dan
darah (Depkes, 1993 : 3)
1. Jantung
Adalah organ yang mensirkulasi darah teroksigenasi ke paru-paru
untuk pertukaran gas (Depkes, 1993:3).
Jantung
terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu diantaa kedua paru-paru. Jantung
terdiri dari 3 lapisan : lapisan terluas disebut epikardium, lapisan tengah
merupakan lapisan otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam
yaitu lapisan endotel disebut endokardium. Ruangan jantung bagian atas yaitu
atrium dan ventrikel. Secara fungsional darah dibagi menjadi alat menjadi alat
pompa kanan dan pompa kiri yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru
dan peredaran darah bersih ke sistemik. Terpisahnya ruangan dalam jantung
mencegah percampuran antara daerah yang menerima darah yang tidak teroksigenali
dari vena kava superior, inferior, dan sistem koroner. Darah ini melalui katup
mitrat ke ventrikel kiri dan dipompakan ke aorta untuk sirkulasi koroner dan
sistemik (Sjafoellah, 1996:1069).
Miokardium menerima darah ketika diashole dari arteri kosong. Arteri
koronaria kiri bercabang menjadi arteri descendino anterior dan arteri
circumflex. Arteri koronaria kanan memberi darah antara lain ke SA node
ventrikel kanan, permukaan diafragma ventrikel kanan. Vena-vena koronaria
mengembalikan darah ke sinus kemudia bersikulasi langsung ke dalam paru-paru
(Depkes, 1993:3).
2. Pembuluh
darah
Pembuluh
darah yang keluar dari jantung yang membawa darah ke seluruh bagian dan alat
tubuh disebut arteri pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari
ventrikel kiri disebut aorta. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal
tetapi sifatnya elastis dan terdiri 3 lapisan yaitu : lapisan terluar dinding
arteri disebut tunika externa. Keadaan tidak elastis disebut arteri osklerosis,
sedangkan bagian dalam dari arteri adalah tunika interna atau intima.
Pembersihan plaqul yang terjadi pada dinding arteri bagian dalam disebut athero
sclerosis. Hal ini mengakibatkan aliran darah arteri terganggu dan dapat
mengakibatkan proses iskemia (Depkes, 1993:6).
3. Darah
Darah
merupakan media transportasi oksigen, karbondioksida dan metabolit. Jadi darah
merupakan pengatur keseimbangan asam basa, pengatur hormon dan pengontrol suhu.
Dalam darah terdapat eritrosit, leukosit dan trombosit, meskipun 55 % elemen
dalam darah adalah plasma.
Hemoglobin
yang ada dalam eritrosit membawa oksigenasi sel-sel. Peran eritrosit dalam
mengangkut hemoglobin adalah penting. Oleh karena itu perlu keseimbangan antara
pembentukan dan pemecahan eritrosit untuk menjamin pengantaran oksigen secara
adekuat (Depkes, 1993:7).
B. Pengertian
Menurut Smeltzer dan Bare, (2008:788) infark miokard mengacu pada
proses masuknya proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak
adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai
darah mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis
atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau trombus.
Infark
miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardia yang terjadi akibat kekurangan
oksigen berkepanjangan (Corwin, 2001:367), yang bersifat sementara dan
reversibel (Price and Wilson, 1994:529).
Infark
miokard adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Biasanya didasari oleh adanya aterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis
miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria
oleh trombus yan gterbentuk pada plaqus aterosklerosis yang tidak stabill
(Soeparman, 1996:1098).
Infark
miokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner atau besar
atau pada cabang-cabangnya (Barbara C. Long, 1996:568).
Myocardial
infark (MI, sumbatan koroner, thrombosis koroner atau serangan jantung)
merupakan sumbatan total pada arteri koronaria. Sumbatan ini mungkin kecil dan
focal atau besar dan difus. Pembuluh yang sering terkena adalah koronaris kiri,
percabangan anterior kiri dan arteri circumflex. Pembuluh yang tersumbat
mungkin hanya satu, dua, atau tiga pembuluh (Depkes, 1993:138).
C. Penyebab
Menurut Smeltzer dan Bare (2000:788)
penyebab infark miokardium adalah penurunan suplai darah ke jantung akibat
penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total
arteri oleh emboli atau trombus juga bisa diakibatkan karena syok atau
perdarahan.
Sedangkan
menurut Price and Wilson (1994:529) penyebab arteri koronaria yang paling
sering ditemukan adalh aterosklerosis pembuluh koroner. Aterosklerosis
menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria dan
secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah sehingga resistensi terhadap
aliran darah akan meningkat dan membayakan aliran darah miokardium.
Penyebab
sumbatan tidak diketahui walaupun diperkirakan perdarahan akibat plaque
atherosklerosis dan farmasi thrombus diperkirakan merupakan faktor persipitasi
penilitian baru-baru ini menunjukkan bahwa forkasi thrombus dapat berlanjut
menjadi infark karena edema yang berkaitan dengan infark menganggu aliran darah
dalam arteri koronaria, yang menyebarkan stasis dan formasi thrombus (Depkes,
1993:139).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Sjaefoellah (1998:110)
gejala klinis pada klinis pasien dengan miokard infark yaitu adanya keluhan
yang khas adalah nyeri dada seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau
ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke tangan (umumnya kiri), pada
leher, rahang ke punggung dan epigastrium. Nyeri dapat disertai perasaan mual
muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope, pasien
tampak sering kesakitan.
Pada
pemeriksaan fisik penurunan kardiak output menyebabkan takikardi, perubahan
nadi, hipotensi, muka pucat, diaporesis, kulit dingin, perubahan status mental,
sinkope dan berkurangnya produksi urin.
Menurut
Smeltzer dan Bare (2001:788) manifestasi klinis dari infar miokardium adalah
nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus terletak di bagian
bawah sternum dan perut atas. Nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak
tertahankan. Nyeri ini adalah gejala utama yang muncul. Nyeri bisa menyebar ke
bahu dan lengan biasanya lengan kiri dan dirasakan tajam dan berat. Napas
pendek, pucat, keringat dingin, pusing, dan mual muntah. Pasien dengan diabetes
mellitus mungkin tidak merasakan nyeri berat bila menderita infar miokardium,
karena neuropati menyertai diabetes mellitus mempengaruhi neuroreseptor,
sehingga nyeri yang dialaminya.
E. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002
: 7776-777) Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di
intima arteri besar. Timbunan ini dinamakan ateroma atau plaqul yang akan mengganggu
absorpsi nutrien oleh sel-sel endotal yang menyusun lapisan dinding dalam
pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen
pembuluh darah. Endotel pembuluh darah terkena akan mengalami nekrotik dan
menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen akan menjadi sempit dan kasar, akan
cenderung terjadi pembentukan bekuan darah terjadi koagulasi intravaskuler.
Ateroskleresos
koroner menimbulkan sumbatan aliran darah yang berlangsung progresif dan suplai
darah yang tidak adekuat atau iskemia yang berat, disertai kerusakan sel inilah
yang disebut infark miokardium.
Iskemia
miokard bermanifestasi berupa angina pektoris yaitu dengan gejala perasaan
tertekan dan penuh atau nyeri substernal. Ini akibat kurangnya oksigen untuk
miokard agar dapat bekerja efektif, penyebabnya hampir selalu penyempitan yang
disebabkan aterosklerosis, perubahan ini masih reversible dan fungsi sel-sel
kembali normal bila oksigenasinya kembali mencukupi (Tambayong, 2000:90).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges et all (2000:85) pemeriksaan diagnostik pada pasien
dengan infark miokard yaitu :
1.
EKG, menunjukkan peninggian
gelombang S-T, iskemia berarti penurunan atau datarnya gelombang T dan adanya
gelombang Q.
2. Enzim
jantung dan isoenzim, CPK-MB meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24
jam.
3. Elektrolit, ketidakseimbangan dapat
mempengaruhi konduksi dan dapat mempengaruhi kontraktilitas.
4.
Sel darah putih, leukosit
(10.000-20.000) tampak pada hari kedua sehubungan dengan proses inflamasi.
5. GDA
atau oksimetri nadi, dapat menunjukkan hipoksia.
6. Kolesterol atau trigliserida serum : meningkat
menunjukkan arterisklerosis.
7.
Foto dada, mungkin normal atau
menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK.
8. Ekokardium,
evaluasi lebih lanjut mengenai fungsi dasar terutama ventrikel.
9. Angiografi koroner, menggambarkan penyempitan
atau sumbatan arteri koroner.
G. Pathway dan Masalah
Keperawatan
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
medis
Menurut Smetlzer (2002:790) : Tujuan dari penatalaksanaan medis
adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi terjadinya komplikasi.
Kerusakan jantung diperkecil dengan cara, segera mengembalikan keseimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung tetapi obat-obatan, pemberian
oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan
fungsi jantung. Obat-obatan dan oksigen digunakan untuk mengurangi kebutuhan
oksigen, sementara tirah baring dilakukan untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
Hilangnya nyeri merupakan indikator utama bahwa kebutuhan dan suplai telah
mencapai keseimbangan.
Ada
tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen
Smeltzer dan Bare, 2002:791-802).
a. Vasodilator
Vasodilator
pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalh nitrogliserin. Nitrogliserin
menyebabkan dilatasi arteri dan vena, sehingga menurunkan jumlah darah yang
kembali ke jantung (pre load) dan mengurangi beban kerja (viorkload) jantung.
b. Antikoagulan
Heparin
digunakan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Dengan
memperpanjang waktu pembekuan darah dapat menurunkan kemungkinan pembentukan
trombus dan akan menurunkan aliran darah.
c. Trombosit
Tujuan
trombosit untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk di arteri
koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark, contohnya
steptokinase atau anti streptease, selain itu pemberi analgetik juga bisa
diberikan. Morfin dapat menurunkan tekanan dalam kapiler paru, mengurangi
perembasan cairan ke jaringan paru dan menurunkan kecepatan napas. Diuretik
bisa diberikan untuk vasodilatasi dan penimbunan darah di pembuluh darah
perifer, contohnya furosemide (lasix).
2. Penatalaksanaan
keperawatan
Menurut
Doenges et alll (2000;84) dasar data pengkajian yang perlu diperhatikan pada
pasien dengan infark miokard adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas
Pasien
sering mengalami kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur. Ditandai adanya
takikardia dan dispnea pada saat istirahat maupun beraktivitas.
b. Sirkulasi
Adanya
riwayat infark miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
kronis, masalah tekanan darah dan diabetes mellitus perlu ditanyakan pada pasien.
Ditandai dengan tekanan darah dapat normal atau naik atau turun, nadi dapat
normal penuh atau tak kuat juga bisa lemah tapi kuat, dan disritmia.
c. Nyeri
atau ketidaknyamanan
Nyeri
dada yang timbulnya mendadak atau tidak berhubungan dengan aktivitas, tida
hilang dengan istirahat skala nyeri 1-10. Hal ini ditandai dengan wajah
meringis, menangis, merintih. Perubahan frekuensi atau irama jantung, tekanan
darah, pernapasan, warna kulit, kesadaran.
d. Pernapasan
Pada
pasien infark dapat terjadi dispnea, batuk dengan atau tanpa produksi sputum,
riwayat merokok dan pernapasan kronis, ditandai dengan peningkatan frekuensi
pernapasan, napas sesak, pucat, sianosis.
Tindakan
keperawatan utama pada paisen infark meliputi sebagai berikut (Corwin,
2001:371) :
1) Diberikan oksigen untuk
meningkatkan oksigen darah sehingga beban atau jantung berkurang dan perfusi
sistemik meningkat.
2) Pembahasan
aktivitas fisik untuk mengurangi beban kerja jantung membantu membatasi luas
kerusakan.
3) Obat
untuk menghilangkan nyeri untuk menenangkan pasien juga sebagai vasodilator
yang bekerja menurunkan preload dan afterload, contohnya morfin.
4)
Diberikan diuretik untuk
mencegah kelebihan volume serta timbulnya gagal jantung kongestif.
.
I. Fokus Intervensi
Diagnosa dan fokus intervensi
menurut Doenges et all (2000:86) pada infark miokard adalah :
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan iskemia
jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner :
Tujuan : tidak ada keluhan nyeri
dada atau nyeri dapat terkontrol
Kritera hasil :
a. Menyatakan
nyeri dada hilang atau terkontrol
b. Menggunakan
penggunaan tehnik relaksasi
c. Menunjukkan
menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak
Intervensi :
a. Pantau
dan catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal dan non verbal, respon
hemodinamix.
b. Ambil
gambaran lengkap terhadap nyeri, lokasi, intensitas (0-10), lamanya, kualitas
dan penyebaran.
c. Berikan
lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan dan tindakan nyaman.
d. Bantuk
melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam.
e. Periksa
tanda vial sebelum dan sesudah obat narkotik.
f. Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi.
g. Berikan
obat sesuai dengan indikasi, contoh analgetik.
2. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard
dan kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard.
Tujuan : meningkatkan
tingkat aktivitas untuk perawatan diri.
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan
peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur dengan tekanan darah dalam
batas normal.
b. Kulit
hangat, merah muda dan kering.
Intervensi :
a. Catat
frekuensi jantung, irama dan perubahan tekanan darah sebelum, selamat, sesudah
aktivitas sesuai indikasi
b. Tingkatkan
istirahat, batasi aktivitas pada dasar nyeri.
c. Anjurkan
pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh mengejar saat defekasi.
d. Jelaskan
pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi bila
tidak nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
e. Kaji
ulang tanda gejala yang menunjukkan tidak toleransi terhadap aktivitas.
3. Resiko
tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,
irama dan konduksi elektrikal; penurunan preload atau peningkatan tahanan
vasukeler sistemik, otot infark.
Tujuan : kecepatan atau irama
jantung mampu mempertahankan curah jantung adekuat
Kiteria hasil :
a. Mempertahankan
stabilitas hemodinamik, contoh tekanan darah dan curah jantung.
b. Melaporkan
penurunan episode dispnea.
c. Mendemonstrasikan
peningkatan toleransi.
Intervensi :
a. Auskultasi
tekanan darah dan evaluasi kualitas dan kesamaan nadi sesuai indikasi.
b. Pantau
adanya murmur atau gesekan dan auskultasi bunyi nafas.
c. Pantau
frekuensi jantung dan irama, catat adanya disritmia.
d. Catat
respon terhadap aktivitas dan peningkatan istirahat dengan cepat.
e. Berikan
makanan kecil, mudah dikunyah, batasi asupan kafein; contoh : kopin, coklat.
f. Pantau
data laboratorium, contoh enzim jantung, GDA dan elektrolit.
4. Resiko
tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran
darah sekunder akibat vasokontriksi, pembentukan tromboembali.
Tujuan : perfusi jaringan
perifer tetap adekuat.
:Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan
perfusi adekuat secara individual, contoh kulit hangat dan kering.
b. Nadi
perifer kuat, tanda vital dalam batas normal.
c. Tidak
ada edema, bebas nyeri atau ketidaknyamanan.
Intervensi :
a. Lihat
pucat, sianosis, kulit dingin atau lembab, catat kekuatan nadi perifer.
b. Dorong
latihan kaki aktif atau pasif.
c. Pantau
pernafasan, catat kerja pernafasan.
d. Pantau
pemasukan dan perubahan haluaran urine.
e. Pantau
dan laboratorium, contoh : GDA, BUN, kreatinin, elektrolit.
5. Resiko tinggi terhadap
kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ (ginjal),
peningkatan natrium atau retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma
Tujuan : mempertahankan
keseimbangan cairan dan biokimia.
Kritera hasil :
a. Mempertahankan
keseimbangan cairan dengan tekanan darah dalam batas normal.
b. Tidak
ada distensi vena perifer dan edema dependen, paru bersih.
c. Berat
badan stabil
Intervensi :
a. Auskultasi
bunyi nafas untuk adanya krakels.
b. Catat
DVJ, adanya edema dependen.
c. Ukur
masukan atau haluaran, catat penurunan pengeluaran, hitung keseimbangan cairan.
d. Timbang
berat badan tiap hari.
e. Berikan
diet natrium rendah.
f. Berikan
diuretik, contoh furosemid (lasex).
6. Ansietas berhubungan dengan
perubahan kesehatan, ancaman kehilangan atau kematian.
Tujuan : ansietas berkurang atau
teratasi
Kriteria hasil :
a. Mengenal
perasaannya, mengidentifikasi penyebab dan faktor yang mempengaruhi.
b. Menyatakan
penurunan ansietas.
c. Mendemonstrasikan
pemecahan masalah positif.
Intervensi :
a. Dorong
mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan dan takut.
b. Orientasikan
pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan. Tingkatkan partisipasi pasien bila mungkin.
c. Dorong
pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseoarang berbagai
pertanyaan dan masalah.
d. Berikan
periode istirahat, lingkungan tenang.
e. Jawab
semua pertanyaan secara nyata, berikan informasi konsisten.
f. Dorong
kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan dalam rencana
pengobatan.
g. Dorong
keputusan tentang harapan setelah pulang.
h. Berikan
anti cemas sesuai indikasi.
Diagnosa dan fokus intervensi
menurut Smeltzer dan Bare (2002:800) yaitu :
1. Pola
pernapasan tidak efektif berhubungan dengan kelebihan cairan.
Tujuan : tidak terjadi kesulitan
pernapasan.
Kriteria hasil.
a. Tidak
merasakan sesak napas.
b. Kecepatan
pernapasan tetap dibawah 20 x/menit pada aktivitas fisik dan 16 x/menit saat istirahat.
c. Warna
kulit normal, PaO2 dalam batas normal.
d. Tekanan
darah normal, frekuensi jantung 60-100 kali/menit.
Intervensi :
a. Kaji
bunyi jantung, bunyi napas tidak normal (terutama crackels) dan intoleransi
aktivitas tertentu dan setiap nyeri dada.
b. Memperbaiki
kenyamanan fisik dengan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, pastikan
bahwa istirahat sudah cukup.
c. Memberikan
pengajaran untuk mematuhi diet yang dianjurkan, misalnya mengenai diet rendah
garam, rendah kalori.
d. Berikan
oksigen tambahan sesuai dengan indikasi.
2. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
Tujuan
: meningkatkan masukan nutrisi
Kriteria
hasil :
a. Menunjukkan
berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.
b. Bebas
tanda mal nutrisi.
Intervensi :
a. Catat
status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan,
integritas mukosa oral, kemampuan atau ketidakmampuan menelan, riwayat mual
muntah.
b. Pastikan
pola diit biasa pasien.
c. Awasi
masukan atau pengeluaran dan berat badan periodik.
d. Selidiki
anoreksia, mual dan muntah.
e. Dorong
dan berikan periode istirahat siang.
f. Rujuk
ke ahli diit untuk menetapkan komposisi diit.
No comments:
Post a Comment