BENIGNA
PROSTATE HIPERPLASI
A.
Definisi
-
Benigna prostate hiperplasi
(BPH) adalah pembesaran secara progresif dari kelenjar prostate (secara umum
pada pria lebih dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat abstruksi uretral
dan pembatasan aliran urinarius (Doenges, 2000)
-
Benigna prostate hiperplasi
(BPH) adalah pembesaran prostate yang menyumbat uretra, menyebabkan gangguan
urinarius (sandra M. nettina, 2002)
B.
Etiologi
Sampai saat ini, etiologi benigna prostate hiperplasi belum di
ketahui secara pasti penyebab terjadinya. Tetapi hipotesis menyebutkan bahawa
hiperplasi prostate erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestoteron
(DTH) dan proses aging (menjadi tua). (Arief mansjoer, et al, 2000)
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi
prostate adalah :
- Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosterone dan estrogen pada usia lanjut
- Peranan dari growth faktor sebagai pemacu pertumbuhan stroma Kelenjar prostate
- Meningkatkannya lama hidup sel-sel prostate karena berkurangnya sel yang mati.
- Proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan epitel Kelenjar prostate menjadi berlebihan
C.
Klasifikasi
Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong, 2002
Derajat
|
Colok dubur
|
Sisa volume
urine
|
I
II
III
IV
|
Penonjolan
prostate, batas atas mudah diraba
Penonjolan
prostate jelas, batas atas dapat dicapai
Batas atas
prostate tidak dapat diraba
Batas atas
prostate tidak dapat diraba
|
< 50 ml
50 – 100 ml
> 100 ml
retansi urine
total
|
D.
Tanda dan gejala
-
Frekuensi : sering miksi /
kencing
-
Sering terbangun untuk miksi
pada malam hari
-
Perasaan ingin miksi yang
mendesak
-
Nyeri pada saat miksi
-
Pancaran urine melemah
-
Rasa tidak puas sehabis miksi
-
Harus mengejan saat miksi
E.
Patofisiologi
Proses pembesaran prostate ini terjadi secara perlahan-lahan,
sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi penyempitan lumen uretra
prostatika dan akan menghambat aliran urine, keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli
harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut. Kontraksi yang
terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor (menebal dan meregang) sehingga terbentuklah selula,
sekula dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan detrusor ini disebut juga fase kompensasi. Dan apa
bila berlanjut, maka detrusor akan mengalami kelelahan dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi, sehingga terjadi retensio
urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas. (Arief Manjoer, et al, 2000)
Turp merupakan pembedahan bph yang paling sering di lakukan dimana endoskopi
dimasukkan melalui penis (uretra). Cara ini cocok untuk hyperplasia yang kecil.
Reseksi Kelenjar prostate dilakukan ditrans-uretra yang dapat mengiritasi
mukosa kandung kencing sehingga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan, untuk
itu tindakan ini mempergunakan cairan irigasi (pembilas) agar daerah yang
direseksi tidak tertutup darah (www.medikastore.com)
Turp mempunyai beberapa keuntungan antara lain (Doengoes, 2000)
1.
Lama operasi lebih singkat
2.
Tidak menimbulkan sayatan
sehingga resiko infeksi akibat luka dapat diminimalkan
Penyulit Turp
(Doengoes, 2000)
1.
Selama operasi = perdarahan
sindroma turp
2.
Pasca bedah = perdarahan,
infeksi local atau sistemik
F.
Patway
G.
Pemeriksaan diagnostic (marilyn
E. Doenges dan Mary FrancMoushouse, 2000)
IVP : menunjukkan perlambatan pengosongan kandung kemih,
membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostate,
divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih
Sistourretrografi: digunakan
sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan kontras local.
Sistouretroskopi : untuk
menggambarkan derajat pembesaran prostate dan perubahan dinding kandung kemih
H.
Penatalaksanaan
Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong. 2002
-
Derajat satu biasanya belum
memerlukan tindakan tindakan bedah, diberi pengobatan konservatif.
-
Derajat dua merupakan indikasi
untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui
uretra (trans urethral resection / tur)
-
Derajat tiga reseksi endoskopik
dapat dikerjakan, bila diperkirakan prostate sudah cukup besar, reseksi tidak
cukup 1 jam sbaiknya dengan pembedahan terbuka, melalui trans vesikal
retropublik/perianal
-
Derajat empat tindakan harus
segera dilakukan membebaskan klien dari retensi urine total dengan pemasangan
kateter
I.
Nursing Care Plan
- Pengkajian
Menurut Doegoes (2000)
a.
Sirkulasi
Tekanan darah meningkat
b.
Eliminasi
-
Penurunan kekuatan/dorongan
aliran urine, urine menetes
-
Adanya keragu-raguan pada awal
berkemih
-
Tidak mampu untuk mengosongkan
kandung kemiih secara tuntas adanya dorongan dan peningkatan frekuensi untuk
berkemih
-
Nokturia, disuria, hematuria
-
Bila untuk duduk ada keinginan
untuk berkemih
-
Nyeri tekan kandung kemih
c.
Makanan/cairan
Anoreksia : mual, muntah
Penurunan berat badan
d.
Nyeri/kenyamanan
Nyeri suprapubik, pinggul, punggung, sifat nyeri tajam dan kuat.
Nyeri punggung bawah
e.
Keamanan
Demam
f.
Seksualitas
Takut inkontensia/menetes selama melakukan hubungan intim
Adanya penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
- Diagnosa keperawatan
a.
Retensi urine ybd obstrtuksi
skd terhadap BPH (Nanda, 2002)
Tujuan : tidak terjadi retensi setelah dilakukan tindakan
keperawatan
KH : klien akan berkemih dengan jumlah yang cukup tak
teraba distensi vesika urinaria.
Klien akan menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml.
dengan tidak ada tetesan/kelebihan aliran
Intervensi :
1.
Dorongan klien untuk berkemih
tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
2.
Observasi aliran urine,
perhatikan ukuran dan kekuatan
3.
Dikaji dan dicatat waktu dan
jumlah tiap berkemih
4.
Perkusi / palpast area
suprapublik
5.
Ajarkan teknik relaksasi saat
berkemih
6.
Kolaborasi untuk pemasangan
kateter
b.
Cemas ybd kurangnya informasi
skd terhadap tindakan pembedahan. (Nanda, 2002)
Tujuan : kecemasan klien berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan
KH : menghubungkan peningkatan kenyamanan
Menggunakan mekanisme koping yang efektif
Intervensi
1.
Kaji tingkat kecemasan
2.
Berikan informasi tentang
prosedur yang akan dilakukan
3.
Dorong pasien untuk menyatakan
perasaannya
4.
Libatkan keluarga untuk
memberikan dukungan pada klien
c.
Nyeri akut ybd agen injuri
mekanik. (Nanda, 2002)
Tujuan : nyeri dapat ditoleransi klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan
KH :
-
Klien rileks
-
Mengungkapkan nyeri hilang atau
terkontrol
-
Skala nyeri 1-2
Intervensi
1.
Kaji skala nyeri klien
2.
Pertahankan tirah baring bila
diindikasikan
3.
Berikan tindakan kenyamanan
seperti Pijat punggung, membantu klien melakukan tirah baring yang nyaman,
mendorong penggunaan relaksasi atau latihan nafas.
4.
Berikan terapi analgetik
d.
Resiko infeksi ybd sisi
masuknya mikroorganisme skd terhadap prosedur dan alat invasive. (Nanda, 2002)
Tujuan : tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan
keperawatan
KH :
-
Tidak ada tanda-tanda infeksi
-
TTV dalam batas normal
Intervensi :
1.
Perhatikan sistem kateter
steril
2.
Awasi tanda vital
3.
Kaji adanya tanda-tanda infeksi
4.
Berikan antibiotic sesuai
indikasi
e.
PK perdarahan. (Lynda Juall
Carpenito, 2001)
Tujuan : meminimalkan terjadinya perdarahan
KH :
-
Urine jenih
-
TTV dalam batas normal
-
Hb dalam batas normal
Intervensi :
1.
kaji TTV
2.
Kaji dan monitor perdarahan
3.
Kolaborasi dengan dr untuk
irigasi NaCl
4.
Kolaborasi dengan dr untuk
permeriksaan Hb
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan suddarth, Buku Ajar Keperawatan
Medical-Bedah. Edisi 8, Jakarta 2002
Brunner dan suddarth. Buku Saku Keperawatan
Medical Bedah. Jakarta : EGC; 2002
Carpenito Lynda Jual, Diagnosa Keperawatan,
Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta, EGC : 2001
Doengoes E. maryline. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta, EGC: 2000
Mansjoer. Dkk.Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta, EGC : 2000
Nanda diagnosis keperawatan, 2002, Alih Bahasa
Mahasiswa PSIK – BFK UGM Angkatan 2002
Nettina, sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan.
Jakarta, EGC : 2002
Sjamsuhidayat. R dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu
Bedah, Jakarta, EGC : 2002
No comments:
Post a Comment