Happy studying, may be useful ...

Dear readers ...
for completeness this blog, we hope the comments that build ... ok thank you :)

" Health is not everything, but whithout health everything is nothing "

Tuesday, October 9, 2012

ATRESIA ANI II



Pendahuluan
Atresia ani termasuk dalam beberapa bentuk dari malformasi anorektal. Malformasi ini merupakan hal yang biasa terjadi sebagai malformasi kongenital yang disebabkan oleh perkembangan yang tidak normal. Insidensi minor abnormalitas terjadi sekitar 1:500 per kelahiran hidup dan insidensi mayor anomali sekitar 1:5000 kelahiran hidup.
Imperforate anus (atresia ani) meliputi beberapa gabungan malformasi rektum termasuk malformasi traktus urinarius, esophagus dan duodenum (biasanya jarang) yang tanpa adanya gejala yang jelas dan beberapa memiliki fistula dari rectum distal ke perineum atau sistem genitourinari.
Ekstropi kloaka merupakan bentuk yang jarang dari malformasi sistem genitourinari, sistem genitalia dan usus, yang mengalir langsung ke saluran yang berhubungan dengan perineum.
Malformasi anorectal mungkin saja terjadi secara terpisah dan bisa juga sebagai bagian dari Vacterl syndrom (Vertebral, Anorectal, Cardiovaskuler, Thracheoesophageal, Renal, dan Limb Abnormalities).

Definisi
Menurut kamus kedokteran, Atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang seharusnya berlubang. Sehingga atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang pada anus.

Klasifikasi
    Anomali bawah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat spingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal, dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinari.
    Anomali intermediate
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan spingter eksternal berada pada posisi yang normal.





    Anomali tinggi
Ujung rektum diatas otot puborektalis, dan spingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius rektouretral (pria) atau rektovaginalis (wanita).

Imperforate anus pada infant wanita





Gambaran anatomi normal pada wanita, menunjukkan posisi hubungan antara kandung kemih, uterus, vagina, dan rektum.     Imperforate anus, lesi rendah:
anus tidak berkembang dan rektum tertutup oleh kulit.     Imperforate anus, lesi tinggi:
akhir/ujung rektum pada kantong yang samar-samar terlihat (a blind pouch), dimana terjadi hubungan ke vagina oleh fistula (narrow tube-like structure)
 Imperforate anus pada infant laki-laki




Gambaran anatomi normal pada laki-laki, menunjukkan posisi hubungan antara kandung kemih, urethra, dan rektum.    Imperforate anus, lesi rendah: anus tidak berkembang dan rektum tertutup oleh kulit.
    Imperforate anus, lesi tinggi: akhir/ujung rektum pada kantong yang samar-samar terlihat
( a blind pouch), dimana terjadi hubungan ke urethra oleh fistula.





Patofisiologi
Selama perkembangan embrio, kloaka menjadi jalur utama untuk perkembangan sistem urinari, genital, dan rektal. Pada usia kehamilan 6 minggu (ada juga sumber yang menyebutkan 7 minggu), kloaka terbagi menjadi 2 bagian, yaitu sinus urogenital anterior dan rektal dengan urorektal septum. Setelah lateral folds bergabung dengan septum urorektal, pemisahan urinari dari segmen rektal terjadi, yaitu membran urogenital ke arah ventral dan membran anal ke arah dorsal.  Berhentinya perkembangan ini akan mengakibatkan perpindahan rektum pada posisi normal perineal menjadi terhambat. Selama usia kehamilan ini, bagian urogenital pada kloaka sudah membuka ke arah eksternal, tetapi membran anal tidak akan ruptur sampai proses ini selesai. Anus berkembang dengan invaginasi eksternal yang dikenal sebagai proctodeum yang  masuk ke dalam rektum tetapi terhalang oleh membran anal.  Membran ini akan ruptur sampai usia kehamilan 8 minggu.
Rectal atresia terjadi pada saat proctodeum (saluran anal) berkembang dengan normal tetapi gagal untuk berkomunikasi dengan rektum, rektum mungkin terpisah dari jarak yang substansial atau hanya ada diaprahma mukosa. Biasanya tidak ada fistula. Pada kelainan retrokloakal, uretra membuka ke arah anterior menuju saluran vaginal, dan rektum membuka ke arah posterior menuju saluran yang sama. Hanya yang satu orifisium yang tampak, uretra maupun rektum tak terlihat.
Cloakal Exstrophy adalah gabungan antara ekstrofi bladder, anus imperforata, kelainan perkembangan atau tidak adanya colon dan malformasi genitalia eksternal. Supralevator anomali tinggi sebagian besar terjadi pada anak laki-laki dan biasanya terbentuk fistula diantara rektum dengan akhiran usus proksimal dan prostat urethra. Bila supralevator terjadi pada anak perempuan, biasanya terdapat fistula yang menghubungkan antara rektum dengan posterior vaginal fernix. Pada translevator anomali rendah, usus telah diubah menjadi levator otot anus, internal dan aksternal sphingter ada dan berkembang dengan baik dan fungsinya normal. Pada anak laki-laki terdapat kulit atau membran yang menutup anus (biasa disebut “covered anus”).
Tanda atresia ani antara lain: bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam dan sejak lahir tidak ada defekasi mekonium, distensi abdomen.





Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik: Anus tampak merah, Usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengan hiperperistaltik. Ketiadaan secara komplit ciri-ciri anal, perineum yang rata dan ketiadaan spingter eksternal ketika stimulasi generalmengindikasikan intermediate atau lesi tinggi.
Pemeriksaan endoskopi dan digital: mengidentifikasi konstriksi atau sembunyinya kantong perut dari atresia rectal. Stenosis mungkin muncul tak jelas sampai usia 1 tahun atau lebih pada anak yang mempunyai riwayat defekasi sulit, distensi abdominal, dan ribbon likestool (feses berbentuk pita). 
Pemeriksaan radiologis, ditemukan:
    Udara dalam usus terhenti tiba-tiba yang menadakan terdapat obstruksi di daerah tersebut.
    Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir. Dari gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia rekti atau anus imperforatus. Pada bayi dengan anus imperforatus, gambaran udara terhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon, atau rektum.
    Dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral, bayi diangkat dengan kepala di bawah dan kaki diatas (Wangensteen dan Rice). Pada anus diletakkan benda yang radioopak sehingga pada foto daerah antara benda radioopak dengan bayangan udara yang tertinggi dapat di ukur.

Penanganan
    Pada stenosis anal dapat dikoreksi dengan dilatasi manual. Prosedur ini dilakukan oleh perawat selama di RS, dan setelah pulang dilakukan oleh orang tua pasien setelah dilatih oleh perawat.
    Imperforata anal dimana usus masih mempunyai hubungan yang tepat dengan levator ani, anus dapat dikoreksi dengan memotong/menghilangkan mukokutaneosis.
    Pada intermediate anorektal malformasi, rekonstruksi dilakukan sesuai dengan tempat kelainan. Hal utama yang harus diperhatikan adalah tempat berakhirnya rektum dan hubungannya dengan area puborektal yang menyandang otot levator ani. Penanganan dimulai dari kolostomi kemudian dilanjutkan dengan pembedahan/pembuatan lubang anus pada umur 3-6 bulan, bahkan 1 tahun pada saat anak mulai belajar toilet training.



 Pembuatan lubang anus harus pada area eksternal sphingter dan penempatan usus pada puborektal harus sesuai dengan anomali tubuh. Adanya fistula juga harus diperhatikan sebelum dilakukan operasi rekonstruksi untuk mencegah adanya kentaminasi fekal pada saluran genitourinari.
    Setelah post operatif, hal utama yang harus diperhatikan adalah masalah konstipasi yang disebabkan oleh defisit neurologi akan kontrol defekasi. Berkurangnya sensasi defekasi pada rektum akan menyebabkan fekal image dan paradoxal diare. Masalah ini dapat dibatasi dengan melatih anak untuk defekasi secara teratur dalam kesehariannya. Enema juga kadang-kadang diperlukan untuk membersihkan kolon. 


KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
 PADA ATRESIA ANI:

1.    Inkontinensia bowel b.d. abnormalitas spingter rektal (atresia ani)
2.    Risiko kerusakan integritas kulit b.d pengeluaran sekret feses.
3.    Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan memasukkan makanan, mencerna makanan.
4.    Resiko infeksi b.d prosedur invasif, operasi kolostomi.
5.    Kurang pengetahuan tentang kolostomi dan perawatannya b. d. kurangnya paparan informasi, misinterpretasi informasi, dan ketidakfamiliaran terhadap sumber informasi.









RENCANA KEPERAWATAN
No.    Diagnosa    Tujuan (NOC)    Intervensi (NIC)    Rasional
1.    Inkontinensia bowel b.d. abnormalitas spingter rektal (atresia ani.    Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6 x 24 jam dapat adekuat dalam:
    Bowel continence
    Bowel elimination
Kriteria hasil:
    Feses lunak.
    Tak ada diare
    Tak ada konstipasi
    Feses bebas dari darah
    Peristaltik normal
    Warna feses normal
    Penurunan insidensi inkontinensia.
    Bowel management:
    Monitor bising usus.
    Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, impaksi.
    Monitor konsistensi, warna, frekuensi, volume feses.
    Monitor intake cairan dan nutrisi.

Bowel incontinence care:
    Tentukan penyebab fisik dan psikologis dari inkontinensia fekal.
    Jelaskan penyebab dan rasional tindakan.

    Tentukan tujuan bowel management pada klien.
    Monitor kebutuhan diit dan cairan.   
Peristaltik berhubungan dengan produksi feses.






Menentukan terapi

Meningkatkan partisipasi dan kepercayaan keluarga.
2.    Breastfeeding tidak efektif b.d. gangguan/terhentinya menyusui, anomaly pada infant (atresia ani).    Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6 x 24 jam dapat adekuat dalam: pengaturan breastfeeding dan terpenuhi pengetahuan: menyusui.
Kriteria hasil:
    Pertumbuhan infant dalam rentang normal.
    Perkembangan infant dalam rentang normal.
    Keluarga mengetahui keuntungan menyusui.
    Ibu bisa menyusui/memompa susu.
    Ibu bebas dari kekakuan payudara.
   
Breastfeeding assistance:
    Sediakan kontak bayi dengan ibu sedini mungkin.
    Bantu ibu dalam menyusui.
    Monitor kemampuan infant dalam menghisap.
    Monitor integritas putting susu.
    Instruksikan perawatan putting susu
    Diskusikan cara pemompaan susu
    Informasikan tentang pemompaan susu apabila diperlukan pengaturan laktasi.
    Berikan suplemen susu formula bila dibutuhkan.
    Anjurkan ibu untuk memakai bra yang dapat menyangga payudara
    Anjurkan ibu makan makanan bergizi.   

ASI yang pertama sangat baik untuk bayi






Pengaturan intake per oral infant




Meningkatkan kualitas dan produksi ASI
3.    Risiko kerusakan integritas kulit b.d pengeluaran sekret feses.
    Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6 x 24 jam, klien dapat: Menunjukkan integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa  yang baik dan penyembuhan luka, dengan indikator:
-    Temperatur kulit dalam batas normal
-    Hidrasi dalam batas normal
-    Pigmentasi dalam batas normal
-    Perspirasi dalam batas normal
-    Warna kulit dalam batas normal
-    Tekstur dalam batas normal
-    Perfusi jaringan
-    Luka tak berbau
-    Luka tak keluar pus/perdarahan.
-   Luka tak terjadi herniasi.     Pengawasan Kulit:
-    Amati kondisi post pembedahan (area insisi)
-    Observasi warna, kehangatan, bau, nadi, tekstur, edema, drainase dan ulserasi
-    Monitor area kulit dari kemerahan
-    Monitor adanya tekanan dan gesekan
-    Monitor kulit dari abrasi dan rashes
-    Monitor kulit dari kekeringan dan kelembapan yang berlebihan
-    Monitor warna kulit
-    Monitor temperature kulit
-    Catatlah jika ada perubahan pada kulit dan membrane mukosa

Ostomy care:
    Tandai kulit yang dipasang stoma.
    Monitor insisi stoma/penyembuhan stoma.
    Irigasi kolostomi bila diindikasikan.
    Monitor stoma, penyembuhan jaringan disekitarnya
    Ganti dan rawat kolostomi.
   

Deteksi dini kerusakan integritas kulit.






4.    Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan memasukkan makanan, mencerna makanan.    Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6x24 jam klien dapat menunjukkan status nutrisi yang  baik, dengan kriteria:
-  Masukan nutrisi
-  Masukan makanan dan cairan
-  Tingkat energi cukup
-  Berat badan stabil
-  Nilai laboratorium

Keterangan:
1  : Sangat bermasalah
2  : Cukup bermasalah
3  : Masalah sedang
4  : Sedikit bermasalah
5  : Tidak ada masalah    Manajemen Nutrisi:
-    Catat jika klien memiliki alergi makanan
-    Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan
-    Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
-    Dorong asupan zat besi
-    Berikan gula tambahan k/p
-    Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang mudah dikonsumsi
-    Ajarkan keluarga cara membuat catatan makanan
-    Monitor asupan nutrisi dan kalori
-    Timbang berat badan secara teratur
-    Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
-    Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan
-    Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya

Monitor nutrisi
-    BB klien dalam interval spesifik
-    Monitor adanya penurunan BB
-    Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa
-    Monitor  respon emosi klien saat berada dalam situasi yang mengharuskan makan.
-    Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.
-    Monitor lingkungan selama makan.
-    Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam makan.
-    Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
-    Monitor turgor kulit
-    Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.
-    Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan perdarahan, dll.
-    Monitor mual dan muntah
-    Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.
-    Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
-    Monitor makanan kesukaan.
-    Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
-    Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.
-    Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan konjungtiva.
-    Monitor kalori dan intake nutrisi.
-    Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah dan cavitas oral.
-    Catat jika lidah berwarna merah keunguan.   

Mencukupi kebutuhan kalori klien.









Mengetahui perkembangan status nutrisi klien.


















Deteksi dini kurang gizi.



Mengantisipasi kebutuhan cairan dan nutrisi.

5.    Resiko infeksi b.d prosedur invasif, operasi kolostomi.
    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 hari klien dapat mengontrol risiko infeksi, dan keluarga mengerti cara mengontrol infeksi. Kriteria hasil:
    Bebas dari tanda-tanda infeksi (R,K,T,D,F).
    WBC dalam batas normal.
    Keluarga dapat mendiskripsikan cara untuk mencegah infeksi.     Kontrol Infeksi:
    Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh klien
    Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan
    Batasi jumlah pengunjung
    Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
    Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat
    Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
    Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah meninggalkan ruangan klien
    Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien
    Lakukan universal precautions
    Gunakan sarung tangan steril
    Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV dan insersi cateter
    Tingkatkan asupan nutrisi
    Anjurkan asupan cairan
    Anjurkan istirahat
    Berikan terapi antibiotik (kolaborasi)
    Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala dari infeksi.   Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi 
   
Paparan lingkungan bisa meningkatkan risiko infeksi.


Meminimalkan transmisi infeksi










Meningkatkan imunitas.


Mencegah/mengobati infeksi
Meningkatkan kesadaran diri dan partisipasi dalam mencegah infeksi.
6.



    PK Hipoalbumin    Perawat mampu mengelola dan meminimalkan komplikasi dari hipoalbumin    Kaji hasil laboratorium terkait albumin
Transfusi albumin
Monitor edema, vital sign
   
7.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi, misinterpretasi informasi, dan ketidakfamiliaran terhadap sumber informasi.    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 hari keluarga dapat mengetahui tentang proses penyakit dan perawatannya.
Kriteria hasil:
Klien dan keluarga dapat menjelaskan tentang penyakit, mengerti kebutuhan pengobatan.    Pendidikan kesehatan --- Proses penyakit:
    Kaji tingkat pengetahuan keluarga berhubungan dengan proses penyakit yang spesifik dan kesiapan belajar/menerima informasi..
    Jelaskan patofisiologi penyakit, anatomi dan fisiologi sesuai bahasa yang dipahami keluarga.
    Jelaskan tanda-tanda dan gejala yang bisa muncul.
    Jelaskan tentang proses penyakit.
    Kaji penyebab yang mungkin mendasari.
    Berikan informasi kepada keluarga tentang kondisi klien.
    Berikan informasi tentang tindakan diagnostik yang dilakukan.
    Diskusikan perubahan perilaku yang dapat mencegah komplikasi.
    Diskusikan pilihan terapi
    Fasilitasi pasien untuk mendapatkan second opinion.
    Jelaskan komplikasi kronik yang  mungkin  muncul.
   




No comments:

Post a Comment