Happy studying, may be useful ...

Dear readers ...
for completeness this blog, we hope the comments that build ... ok thank you :)

" Health is not everything, but whithout health everything is nothing "

Sunday, June 17, 2012

TB PARU

TUBERKULOSIS
A.    DEFINISI
TB Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama menyerang paremkim paru yang disebabkan oleh kuman Micobacterium tuberkulosis. (Brunner dan Suddarth, 2002 ).


B.     MANIFESTASI KLINIK
Sebagian besar pasien menunjukkan demam tinngkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam hari, nyeri dada dan batuk menetap. Pada awalnya mungkin batuk bersifat nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sountum mukopurulen dengan hemoptisis. (Brunner dan Suddarth, 2002 ).

C.     PATOGENESIS
Tempat masuknya kuman Micobacterium tuberkulosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara ( airborne ), yaitu melalui droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Tuberlulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di         saluran hidung  dan cabang besra bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya di bagian bawah lobus  tas paru-paru atau bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti makrofag.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut lesi nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri drai sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengandung tuberkel. (Sylvia A Price dan Lorainne M Wilson, 1995).

D.    KLASIFIKASI TB PARU
Klasifikasi TB Paru Program P2TB
1.      TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
~        Dengan atau tanpa gejala klinik.
~        BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radioogik positif 1 kali.
~        Ganbaran radiologik sesuia dengan TB paru.
2.      TB Paru BTA  Negatif dengan kriteria
~        Gambaran klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.
~        BTA negatif, biakan negatif tetapi radioilogik positif.
3.      Bekas TB Paru dengan kriteria:
~        Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.
~        Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
~        Radiologik menunjukan gambaran lesi TB inaktif, menunjukan serial foto yang tidak berubah.
~        Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat ( lebih mendukung ).






E.     KATEGORI TB
\     Kategori I
Ditunjukan terhadap:
~        Kasus baru dengan spuntum negatif.
~        Kasus baru dengan bentuk TB beraty seperti meningitis, TB diseminata, perikarditis, perotinitis, pleuritis, spondlitis dengan ganguan neuroligis, kelainan paru yang luas dengan BTA negatif, TB usus, TB geniti urinarius.
\     Kategori II
Ditunjukan terhadap:
~        Kasus kambuh
~        Kasus gagal dengan spuntum BTA positif.
\     Kategori III
Ditunjukan terhadap
~        Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.
~        Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I
\     Kategori IV
Ditunjukan terhadap:
~        Tedapat resistensi terhadap obat-obat anti TB sehingga masalahnya jadi rumit.

F.      PENATALAKSANAAN TB PARU
Strategi DOTS ( Directly Observed Treatmen Short Course )
§  Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambilan keputusan dalam penanggulangan TB.
§  Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedeang pemeriksaan penunjangh lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilakukan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
§  Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMA) khususnya dalah 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
§  Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
§  Pencatatan dan pelaporan yang baku.


G.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental, kelemahan dan menurunnya upaya untuk batuk. ( Marilynn E Doenges, 2000 ).
2.      Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru sekunder kerusakan membran alveolar kapiler. ( Marilynn E Doenges, 2000 ).
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, keletihan dan dispnea. ( Marilynn E Doenges, 2000 ).
4.      Potensial terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya  pengetahuan tentang resiko patogen. ( Marilynn E Doenges, 2000 ).
5.      Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penataksanaan perawatan di rumah. (Marilynn E Doenges, 2000 ).
6.      Gangguan pemernuhan tidur dan istirahat berhubungan dengan sesak nafas dan nyeri dada. ( Lynda Juall Carpenito, 2001 )








H.    FOKUS INTERVENSI
DIAGNOSA
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental, kelemahan dan menurunnya upaya untuk batuk.












































Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru sekunder kerusakan membran alveolar kapiler.




































Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, keletihan dan dispnea.




















Gangguan pemernuhan kebutuhan tidur dan istirahat berhubungan dengan sesak nafas dan nyeri dada.









Potensial terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya  pengetahuan tentang resiko patogen.


















Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penataksanaan perawatan di rumah.


~            Mempertahankan keefektifan jalan nafas.
~            Pasien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
~            Pasien ikut berpartisipasi dalam program pengobatan.













































~            Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
~            Bebas drai gejala distress pernafasan.
~            Terjadi penurunan/ tidak adanya dispnea.






































~            Mempertahankan/ meningkatkan berat badan pasien dalam rentang normal.
























~            Kebutuhan tidur dapat tercukupi.















~            Mencegah/ menurunkan resiko penyebaran infeksi.
~            Melatih pola hidup untuk menungkatkan lingkungan yang aman.





















~            Klien paham terhadap proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.
~            Klien menunjukan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan dan menurunkan resiko pengaktifan tuberkulosis.
a.       Kaji fungsi pernafasan seperti bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman penggunaan penggunaa otot asesori.










b.      Catat kemauan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif.



c.       Berikan klien posisi semifowler atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan nafas dalam.






d.      Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.




e.       Petahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml per hari, kecuali ada kontraindikasi.

f.       Lembabkan udara respirasi.


g.      Kolaborasi pemberian obat – obatan agen mukolitik, bronkodilator dan kortikosteroid


a.       Kaji dispnea, takipnea, menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan terbatasnnya ekspirasi dinding dada.




b.      Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis, perubahab warna kulit, termasuk membran mukosa.
c.       Dorong kien untuk bernafas bibir selama ekshalasi.






d.       Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan.

e.       Awasi segi GDA/ nadi aksimetri.






f.       Berikan oksigen tambahan yang sesuai.








a.       Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat mual/muntah atau diare.
b.      Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak.
c.       Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
d.      Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
e.       Doronng makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
f.       Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.

b.      Kaji kebiasaan tidur penderita sakit dan saat sakit.
c.       Observasi efek obat – obatan pada klien.
d.      Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita.
e.       Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur.
f.       Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman.




a.       Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota keluarga, sahabat.
b.      Anjurkan klien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindarkan meludah serta teknik mencuci tangan yang tepat.
c.       Identifikasi faktor resiko terhadap pengaktifan berulang tuberkulosis.

d.      Tekankan pentingnnya untuk tidak menghentikan terapi obat.
e.       Kolaborasi dan system rujukan.







a.       Kaji kemampuan klien untuk belajar menngatasi masalah.
b.      Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri, dada, demam, kesulitan bernafas.
c.       Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama.

a.       Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan ateletaksis. Ronkhi, mengi menunjukan akumulasi sekret/ketidakmampuan umtuk membersihkan jalan nafas yangn dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.
b.      Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal. Spuntum berdarah kental diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkhial.
c.       Posisi membantu memaksimalkan ekspirasi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekjret ke dalam jalan nafas bebas untuk dilakukan.
d.      Mencegah obstruksi/ aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tidak mampu mengewluarkan sekret.
e.       Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret membuatnya mudah dikeluarkan.
f.       Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu pengenceran sekret.
g.      Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran  lumen percabangan trakeobronkial.

a.       TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai inflamasi difusi luas. Efek pernafasan dapat ringan sampai dispnea berat sampai distress pernafasan.
b.      Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat menggangu oksigenasi organ vital dan jaringan.
c.       Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolpas membantu menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurunkan nafas pendek/.
d.      Menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan pernafasan, dapat menurunkan beratnya gejala.
e.       Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi/ perubahan program terapi.
f.       Memperbaikai hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap openurunan ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar paru.


a.       Berguna dalam mendefinisikan derajat atau luasnya masalah dan pilihan iontervensi yang tepat.

b.      Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan khusus.
c.       Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
d.      Menurunkan rasa tak enak karena sisa spuntum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.







Untuk membantu pemenuhan kebutuhan istirahat klien.














a.       Untuk mencegah penyebaran inkfeksi.


b.      Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaaran infeksi.


c.       Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup.
d.      Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari seytelah kemoterapi awal, tetapi pada adannya rongga atau penyakit luas, sedangkan resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.


a.       Untuk menetahui derajat kemauan belajar klien.
b.      Dapat menunjukan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat.

c.       Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.























DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku K\efdokteran EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGVC.
Pice, Sylvia A dan Lortainne M Wilson.. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi Empat Buku Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC.






















Mycobacterium tubercolosis
 
PATHWAYS















Tanpa infeksi
 











No comments:

Post a Comment